Selasa, 30 November 2010

Cerita dari Lereng Merapi

CERITA RELAWAN  SaBana DARI LERENG MERAPI (Wonodoyo)

Gatak Nglendong, desa Wonodoyo merupakan salah satu dukuh yang terkena dampak langsung erupsi gunung merapi. Secara administrasi desa ini masuk di kecamatan cepogo arah barat laut. Jarak dukuh tersebut kurang lebih sekitar 4-5 Km dari puncak merapi.  desa ini termasuk dalam wilayah yang terisolir dan jauh dari segala akses. Jarak Nglendong dengan kota kecamatan 8 Km, sendangkan dengan kota kabupaten sekitar 15 Km.
Mayoritas penduduk mempunyai mata pencahariaan di sektor pertanian. Jumlah penduduk 50 KK, sekitar 200 jiwa menghuni wilayah ini. Tepat tanggal 18 Nopember 2010 mereka baru kembali dari pengungsian menuju rumah masing-masing. Namun kondisi di desa yang mereka alami sangat memprihatinkan. Tidak ada hasil bumi yang bisa dipanen karena tertimbun abu vulkanik dan tidak ada air yang bisa mencukupi kebutuhan mereka. Karena pipa air selama ini mencukupi kebutuhan mereka rusak terkena dampak erupsi merapi, yang di perkirakan oleh warga sepanjang 7 Km.
Abu tebal (5 cm) masih menyelimuti jalan-jalan kampung, rumah dan lahan pekarangan warga sehingga banyak warga  yang belum bisa melakukan aktifitas ekonomi mereka. Sementara ini mereka hanya mengandalkan bantuan logistik dari para pemerhati kemanusiaan untuk mempertahankan hidup mereka.  
Berdasarkan informasi salah satu warga, mereka hanya mempunyai stok beras dan mie instant untuk mencukupi kebutuhan hidup selama 2 hari. Mereka masih menunggu kedermawanan semua pihak untuk bisa meringankan beban mereka.
Kujon, di dukuh ini tidak jauh berbeda dengan kondisi di Gatak Nglendong. Karena lokasi tersebut juga masuk dalam wilayah desa Wonodoyo. Jumlah penduduk di dukuh Kujon 63 KK, sekitar 252 jiwa. Ketersediaan air di dukuh ini juga mati total, karena sama sumbernya dengan dukuh Gatak Nglendong dan jalur pipanya pun rusak.
Abu tebal (5 cm) masih menempel di jalan, dan halaman rumah warga. ironisnya juga masih banyak abu yang menutupi lahan pertanian mereka.  Mereka kembali dari pengungsian pada tanggal 15 Nopember 2010 dengan alasan untuk memulai kembali mengolah lahan mereka.
Tidak ada hasil bumi yang bisa mereka harapkan saat ini, sehingga untuk mempertahankan hidup mereka masih membutuhkan bantuan dari para pemerhati kemanusiaan.
Wono Pedhut dan Sido Pekso, secara administratif masuk ke wilayah Desa Wonodoyo namun lokasinya terpisahkan oleh sungai dan harus melintasi desa lain (cepogo).  Jumlah penduduk Wono Pedhut dan Sido Pekso sekitar 130 KK, sekitar 520 Jiwa. Mayoritas mereka mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan peternak.
Abu vulkanik masih menyelimuti wilayah pedhut dan Sido Pekso, jalan, rumah maupun lahan pertanian tertutup abu. Dengan demikian semua warga belum bisa mengolah lahan pertanian mereka. Bahkan banyak tanaman yang rubuh akibat letusan dasyat hari jum’at, tanggal 5 Nopember 2010. 
Ketersediaan air meskipun kecil namun masih mencukupi untuk kebutuhan hidup sementara. Hanya saja hasil bumi tidak bisa mereka harapkan karena tidak ada yang bisa mereka panen. Oleh karena itu saat ini mereka hanya mengandalkan bantuan logistik untuk mempertahankan hidup terutama sejak mereka kembali dari pengungsian.  
Sampai saat ini warga desa Wonodoyo dan Jombong masih membutuhkan bantuan dari para dermawan, baik dalam bentuk Logistik bahan makanan pokok maupun air bersih.